Rabu, 11 September 2019

LIMA CIRI PEMIMPIN YANG BERINTEGRITAS TINGGI


KAMIS, 12 SEPTEMBER 2019
IN MEMORIAM PROF. B.J. HABIBIE (PRESIDEN III REPUBLIK INDONESIA), YANG BIASA DISAPA RUDY, SEBAGAI SALAH SATU TELADAN PEMIMPIN BERINTEGRITAS TINGGI, YANG WAFAT PADA RABU, 11 SEPTEMBER 2019 PUKUL 18.05 WIB

 

LIMA CIRI PEMIMPIN YANG BERINTEGRITAS TINGGI

 

1. HATI-HATI DALAM BERUCAP

Ada pepatah yang mengatakan bahwa lidah itu lebih tajam daripada pedang. Artinya, ucapan seseorang dapat melukai hati orang lain yang rasa sakitnya melebihi luka secara fisik. Rasa sakit itu ‘di sini’….
Untuk itu, berhati-hatilah dalam berbicara. “Karena ucapan itu juga doa.” Jangan menggunakan kata-kata negatif kepada orang lain. Bahkan jangan pula mengucapkan kata-kata yang buruk kepada diri sendiri.
Karena kata-kata memiliki kekuatan untuk menjatuhkan atau membangunkan semangat. Sehingga DIKAU harus lebih bijaksana dalam berbicara. Kata-kata mesti menjadi ‘berkat’ dan bukannya ‘kutuk’.

2. DAPAT MEMEGANG PERKATAAN
Apapun yang DIKAU katakan, lakukan semuanya. Jika DIKAU tak mau atau tak dapat melakukannya, maka jangan pernah mengatakannya.
Ingat! seorang pemimpin harus dapat memegang setiap perkataan dari mulutnya. Namun, terkadang memang sulit untuk dilakukan dan DIKAU akhirnya terpaksa menjilat ludah sendiri. Jika hal itu terjadi, maka DIKAU harus menarik kembali perkataan DIKAU dan jangan mengucapkannya kembali.
Berpikirlah sebelum berbicara, apalagi berjanji kepada orang lain. Alias mulut jangan lebih cepat dari otak. Keduanya mesti berjalan beriringan. Karena OTAK diberikan oleh Tuhan kepada manusia supaya manusia bisa memecahkan masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupan ini, karena semakin hari semakin berat permasalahan yang terjadi di dunia ini.
Otak juga terbagi atas dua bagian yaitu otak kiri dan otak kanan. FUNGSI OTAK KIRI berkaitan dengan logika, angka, tulisan, kecerdasan, hitungan, analisis, dan untuk ingatan jangka pendek. Sedangkan OTAK KANAN digunakan untuk menumbuhkembangkan kreativitas, imajinasi, musik, warna, bentuk, emosi dan untuk ingatan jangka panjang.
Di dalam komponen otak ada yang namanya AKAL DAN PIKIRAN yang mengkaji dan mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi. Akal inilah yang membedakan antara MANUSIA dan BUKAN MANUSIA!

3. JUJUR DALAM BEKERJA
Pemimpin yang berintegritas akan menjaga kejujuran dalam bekerja. Anda harus jujur terhadap pikiran dan perasaan DIKAU, karena semuanya akan mempengaruhi tindakan DIKAU. Karena kejujuran merupakan salah satu karakteristik pribadi yang paling dihasrati dalam diri seorang pemimpin.
Jangan coba gunakan alasan apapun untuk menutupi kebenaran. Ingat, tidak ada kesalahan yang dapat ditutupi selamanya. Sehingga lebih baik DIKAU bersikap jujur sedari awal.

4. TAAT PADA PERATURAN
Menjadi pemimpin berintegritas harus taat pada peraturan yang berlaku. DIKAU tidak akan melanggar sendiri kebijakan perusahaan atau organisasi yang justru dibuat sendiri. Karena bak ‘kota yang di atas gunung’ yang dapat dilihat oleh semua orang, sehingga DIKAU mesti menjadi teladan di lingkungan bisnis atau organisasinya.
Bahkan DIKAU juga taat pada peraturan hukum dan agama yang DIKAU percaya. DIKAU tidak mau melanggar hukum dan berbuat dosa saat menjalankan bisnis atau organisasinya. Namun, DIKAU berupaya agar pekerjaannya juga berkenan di mata Sang Pencipta.

5. SIAP BERTANGGUNGJAWAB
Sebagai pemimpin, DIKAU yang paling bertanggung jawab atas kemajuan bisnisnya. Tugas DIKAU memang berat, tapi DIKAU mesti siap untuk menanggung semua risiko yang terjadi.
DIKAU harus berusaha agar setiap pekerjaan dapat selesai dengan hasil yang terbaik. Sekalipun ada masalah yang harus dihadapi, DIKAU tidak akan menyalahkan orang lain (blame others), tapi menerima konsekuensi logisnya dan segera mencari solusi yang tepat. DIKAU mesti menjadi bagian dari SOLUSI dan bukan justru menjadi bagian dari MASALAH itu sendiri.

 

INTEGRITAS merupakan fungsi dari tiga variabel utama yaitu keyakinan, kata-kata dan tindakan. Integritas juga bersejajaran dengan KREDIBILITAS. Kedua istilah ini memiliki kesamaan yaitu menjadi sumber terbentuknya “trust” (kepercayaan) dari warga organisasi terhadap pemimpinnya. Perbedaanya terletak pada ‘SUMBERNYA’. Kredibilitas lebih menyangkut “HEAD” (OTAK) yaitu kemampuan olah pikir yang mencakup antara lain intelegensia, keterampilan dan kompetensi (hardskills).

Sedangkan integritas lebih menyangkut “HEART” (HATI) yaitu kemampuan olah nurani yang mencakup antara lain kejujuran, ketulusan, komitmen, dan sebagainya.

Kredibilitas terbangun melalui dua unsur yang sangat penting yaitu KAPABILITAS (kompetensi) dan EKSPERIENS (pengalaman). Akan sulit rasanya jika seorang pemimpin tidak memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang yang dipimpinnya.

Sementara itu integritas dibangun melalui tiga unsur penting yaitu nilai-nilai yang dianut oleh si pemimpin (values), konsistensi, dan komitmen. Nilai-nilai ini merupakan pegangan bagi si pemimpin dalam bertindak.

Integritas akan semakin kokoh jika DIKAU memiliki konsistensi antara apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan (walk the talk) dan memiliki komitmen terhadapnya. Bila DIKAU tidak memiliki integritas, DIKAU akan kehilangan kredibilitas karena orang lain akan menjauhi DIKAU untuk menghindari KEKECEWAAN. (Dipo/190912)


INFO RINGAN UNTUK PARA KAUM BAPAK ANGGOTA JEMAAT GMIT


INFO RINGAN UNTUK PARA KAUM BAPAK ANGGOTA JEMAAT GMIT
Dalam waktu yang tidak lama lagi, PKBS GMIT akan menyelenggarakan Turnamen Catur, Tenis Meja dan Bridge Antarklasis untuk Kaum Bapak (Kota Kupang dibagi 4 rayon atau 4 Tim, Kupang Barat 1 Tim, Kupang Tengah 1 Tim dan Kupang Timur 1 Tim). Panlak sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Pesertanya adalah anggota jemaat GMIT yang mesti mendapat rekomendasi dari KMJ masing-masing.Diutamakan bagi KB yang aktif dan setia dalam pelayanan gerejawi, baik sebagai presbiter maupun anggota sidi.
Jika kegiatan ini sukses akan dilanjutkan dengan Turnamen yang sama untuk semua gereja di NTT yang bernaung di dalam organisasi Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur (PGIW NTT: GMIT dan lintas denominasi).
Jika Persekutuan Kaum Bapak PGI menelenggarakan turnamen yang sama, maka GMIT/PGIW NTT pasti akan mengirim utusannya. Moto: SEHAT, CERDAS, ENERJIK, PRODUKTIF DAN PROFESIONAL (SCEPP).
#KAUMBAPAKGMITUNJUKDIRI

INFO RINGAN LAIN BUAT KB GMIT 1

INFO RINGAN LAIN BUAT KB GMIT
Setelah selesai menuntaskan kegiatan  Penyegaran Pemahaman Organisasi dan Kepemimpinan serta Kelembagaan GMIT di Jemaat GMIT Batu Karang, Nonohonis, Soe (14-16 Juli 2019), kembali PKBS GMIT akan menyelenggarakan Panel Diskusi bertemakan “QUO VADIS OBSERVATORIUM TIMAU” dan Kemah Kerja Alkitab KB GMIT di Jemaat GMIT Betel Bimanus, Desa Fatumonas, Kec. Amfoang Tengah, Kab. Kupang, mulai 02 s/d 04 Agustus 2019. Pembicaranya: 1) Ketua MS GMIT, 2) Gubernur NTT, 3) Wakapolda NTT, 4) Bapak Prof. Fredrik L. Benu, 5) Bapak Herman Hery (Anggota DPR RI) dan 6) Ketua LAPAN. Kedua kegiatan ini untuk mendukung program PKBS “GEMAPRES” (Gerakan Kaum Bapak Menjadi Presbiter). Bagi para KB yan berminat, silakan mendaftarkan diri di Timker: Pak Edu Lomiga (0813-3921-0337) dan Pak Acang (0812-3698-8496) dengan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Mari kotong KB ikut merasakan dan menikmati segala tantangan dan pergumulan sebagai pejabat gerejawi (jabatan pelayanan dan jabatan organisasi) di GMIT. Namun perlu dipahami bahwa jabatan gerejawi bukanlah pangkat atau status yang berorientasi kepada kekuasaan karena kebesarannya justru terletak pada hal melayani dengan penuh kerendahan hati (bnd. Mat. 20:28). Soli Deo Gloria.

BERPIKIR CERDIK DAN KRITIS

1. Berpikir cerdik adalah menggunakan akal budi agar cepat mengerti suatu permasalahan yang sedang dihadapi dan mampu memberikan solusinya secara cepat dan tepat.
2. Berpikir kritis adalah menggunakan akal budi untuk menelaah sesuatu dengan hati-hati. Berpikir kritis didefinisikan sebagai ketetapan yang hati-hati dan tidak tergesa-gesa untuk apakah kita sebaiknya menerima, menolak atau menangguhkan penilaian terhadap suatu pernyataan dan tingkat kepercayaan dengan mana kita menerima atau menolaknya.
3. Berpikir licik...??? Menggunakan banyak akal yang buruk...??? Ahh...terserah kawang sa...hhheee....

TIPS UNTUK ADIK-ADIK YANG AKAN MENJEJAKKAN KAKINYA DI PELATARAN KAMPUS-KAMPUS ALIAS MAHASIWA BARU

TIPS UNTUK ADIK-ADIK YANG AKAN MENJEJAKKAN KAKINYA DI PELATARAN KAMPUS-KAMPUS ALIAS MAHASIWA BARU
Belajar menguasai materi perkuliahan atau mata pelajaran tentu saja penting, namun mempelajari cara belajar dan berpikir yang kritis, dalam beberapa hal, jauh lebih penting. Seperti usaha-usaha lainnya dalam kehidupan, upaya untuk berpikir kritis dan belajar efisien pada awalnya membutuhkan usaha dan waktu tambahan, tetapi tatkala telah dikuasai, kemampuan-kemampuan tersebut akan menghemat banyak waktu kita di masa depan.
Banyak FAKTA yang menunjukkan bahwa mahasiswa-mahasiswa yang sukses secara akademis juga merupakan mahasiswa-mahasiswa yang sangat sibuk. Karena mereka memiliki banyak pekerjaan atau aktivitas ekstrakurikuler, mereka harus dan mampu mengatur waktu secara efektif dan belajar efisien. Salah satu kunci utama untuk sukses dalam belajar di perguruan tinggi adalah menghindari menunda-nunda pekerjaan. Dengan menentukan tujuan-tujuan yang jelas dan spesifik serta bekerja mencapainya dalam keteraturan, kita akan mampu mengurangi keinginan untuk menunda-nunda tersebut.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjadikan diri mahasiswa sebagai seorang yang kritis dan berpikir secara ilmiah. Dua pekerjaan utama yang seharusnya dilakukan oleh mahasiswa selama gelar sebagai AGENT OF CHANGE (agen perubahan) melekat pada dirinya, yaitu membaca dan berdiskusi. Dua hal inilah yang mampu menciptakan karakter ideologis pada mahasiswa. Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat awam, mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi, wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga mondial.
Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang akan dijalani. Buku yang kita baca, informasi yang kita terima, tokoh-tokoh yang kita ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya. Karakter seperti itu yang harus selalu diasah agar mahasiswa mampu menjadi ‘kritikus sejati & orisinil’ terhadap pemerintahan yang dzolim dan menindas. Agar mahasiswa tahu dimana harus berpihak. Dan agar mahasiswa mengenali siapa kawan dan lawan dalam permasalahan negeri ini. Karakter seperti inilah yang dibutuhkan oleh negeri ini agar mampu mengontrol jalannya pemerintahan. Jiwa kritis itu diasah dan terus dijaga dengan melakukan pembiasaan. Membiasakan diri untuk bersikap berbeda dan berpikir ilmiah serta bergaul dengan teman yang mampu mendukung sikap kritis sebagai mahasiswa, karena TEMAN ADALAH KEKUATAN!
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi yang berbanding lurus dengan pengetahuan yang ia miliki. Mahasiswa harus mampu memiliki kerangka berpikir ilmiah dalam menganalisis setiap persoalan serta tidak terjebak pada kesalahan berpikir alias sesat pikir, hal mana biasaya cukup sulit untuk ‘dikembalikan ke titik nol (zero point)’ karena muncul keengganan atau juga lahirnya perasaan gengsi untuk mengakui kesalahan yang terjadi lalu memperbaikinya dengan rasa hati yang tulus. Hanya orang-orang hebat yang mampu melakukan ‘mission impossible’ ini.
Selamat menjadi mahasiswa baru namun diharapkan predikat ini kelak berubah menjadi ‘INI BARU MAHASISWA!’ (Dipo/190730)

EVALUASI KRITIS PROSES PEMILIHAN DALAM GEREJA

EVALUASI KRITIS PROSES PEMILIHAN DALAM GEREJA
Pemilihan dalam proses bergereja itu benar bukan berbicara soal jabatan, bukan soal kekuasaan apalagi soal kemenangan-kekalahan; tetapi soal pelayanan. Ini ‘harga mati’! Hasil memang penting tapi proses juga tidak kalah pentingnya. Jika proses itu ‘cacad’ maka niscaya hasil atau produk yang dihasilkan boleh dikata ada nuansa kecacadan. Juga mesti disadari bahwa gereja yang memiliki dua jabatan penting: pelayanan dan organisasi, dari segi kuantitas lebih banyak jabatan organisasi ketimbang pelayanan. Jabatan pelayanan menunjuk kepada para presbiter (pendeta, penatua, diaken dan pengajar). Jabatan organisasi mulai dari BP, BPP, UPP dan Pengurus (kategorial, fungsional dan profesional). Oleh karena itu, mesti ada aturan main (rule of the game) dan rule of ethics or conduct, yang dicerminkan dalam berbagai aturan/hukum gerejawi yang bersifat mengatur dan mengikat. Tentunya aturan/hukum yang disusun tidak sama persis dengan hukum positif negara yang sifatnya memaksa. Gereja mengandalkan pada pendekatan ‘pastoral’ dengan berlandaskan kasih.
Namun pengabaian terhadap berbagai aturan/hukum, yang dalam penyusunannya mengorbankan begitu banyak waktu, tenaga, pikiran dan sumberdaya, bukanlah hal yang bijaksana pula. Karena hal ini akan menyebabkan instabilitas dan ‘distrust’ terhadap gereja sebagai sebuah lembaga/organisasi. Selain itu tanpa aturan yang jelas dan diterapkan secara baik dan benar, berpeluang menumbuh-suburkan kediktatoran dan otoriterisme, terutama jika organisasi berjalan tanpa didukung secara kuat oleh sejumlah aturan/hukum yang memadai. Implementasi aturan yang sah bukan soal pilihan: ‘snips or snaps’ tetapi soal kesadaran anggota gereja itu sendiri. Semoga kita tidak diskriminatif, menerapkan aturan karena ada maksud yang tidak terpuji! Sebagai contoh: Anggota (awam) gereja menerima Ketua MJ/MK/MS mesti pendeta karena itu sudah ada aturannya. Tidak ada yang menolaknya! Padahal jumlah ‘kaum awam’ jauh lebih banyak daripada presbiter (pendeta). Apalagi anggota jemaat menyadari bahwa mereka adalah orang-orang yang ‘terpilih-dipilih’ oleh Tuhan! Selesai dan tidak ada komentar lanjutan.
Lalu apa yang akan terjadi pada organisasi gereja jika ‘orang-orang yang terpilih-dipilih’ tersebut yang justru mengabaikan penerapan aturan/hukum gerejawi secara ‘murni dan konsekuen’? Siapa yang akan ‘mempastoralkan’ mereka? Teladan nyata: Pendeta saat berkhotbah meski dirasakan ada yang ‘kurang beres’ atau keliru namun tidak ada anggota jemaat yang akan menginterupsinya. Semua berupaya menahan diri karena itulah aturannya. Mungkin nanti di konsistori baru ada singgungan atau teguran dari presbiter yang lain. Mengapa bisa terjadi? Apakah karena anggota jemaat setuju dengan kesalahan atau kekurang-beresan tersebut? TIDAK! Hal ini bisa terjadi karena anggota jemaat tahu bahwa khotbah itu bersifat MONOLOG dan mereka cenderung mendengar apa ajaran, nasihat atau larangan yang Tuhan ingin sampaikan melalui hambaNya, ketimbang melihat BENAR-SALAH atau BERMUTU-TIDAK BERMUTU dari sebuah khotbah! Tidak dapat dibayangkan jika tiba-tiba ‘mekanisme turun temurun’ ini diubah: Anggota jemaat boleh interupsi saat pendeta berkhotbah. Pasti kacau balau suasana ibadahnya. Karena aturan/hukum tidak saja mencakup semua yang tertulis tapi juga semua yang telah diterima sebagai ‘as given’, tanpa perlu dipersoalkan lagi.
Pada sisi yang lain, memang aturan/hukum gerejawi bukanlah segala-galanya tetapi jika ia tidak ada manfaatnya, lalu untuk apa lembaga gereja begitu bekerja keras untuk menyusun dan merumuskannya bahkan dengan ‘menghamburkan’ semua hal yang telah disebutkan sebelumnya? Apakah memang aturan dibuat untuk dilanggar? Tentu saja tidak. Gereja bukanlah lembaga/organisasi yang seperti itu. Karena gereja selalu pro dengan nilai-nilai luhur dan positif bagi kemaslahatan bersama.
Jadi benar bahwa pemilihan gerejawi bukan soal menang-kalah, soal jabatan, soal kekuasaan tapi soal PELAYANAN. Memang memulai sesuatu sering terasa begitu berat tapi jika sudah menjadi sebuah kebiasaan, maka akan terasa lebih enteng untuk dilaksanakan, seperti kata para cerdik-cendekia: Everything always has the first time in our life (selalu ada yang pertama dalam hidup ini). Karena jangan kita lupakan pula bahwa ‘wibawa organisasi’ ikut ditentukan oleh seberapa besar konsistensi dan komitmen kita terhadap apa yang telah kita putuskan bersama, termasuk aturan/hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, tetapi sudah diterima sebagai sebuah ‘kebiasaan’. Oleh karena itu, mau tidak mau, setuju tidak setuju, kita akan menuju salah satu muara yang bersifat ‘etis’: Kalau bukan kita (anggota gereja/organisasi) yang menegakkan aturan/hukum yang sah dan berlaku berlaku lalu menunggu siapa lagi? Kalau bukan sekarang lalu menunggu kapan lagi? (Dipo/190731)

TINJAUAN ACUAN DAN MODEL PEMILIHAN BADAN PELAYANAN GMIT (BP: MJ/MK/MS)

TINJAUAN ACUAN DAN MODEL PEMILIHAN BADAN PELAYANAN GMIT (BP: MJ/MK/MS)
Menyangkut pemilihan dalam GMIT, dapat kita cermati dari huruf A. PEMAHAMAN DIRI GMIT pada butir 19. Pemilihan Pemimpin Gereja yang berbunyi: “Para pemimpin gereja di berbagai lingkup (jemaat, klasis, dan sinode) adalah hamba Allah yang dipilih oleh Allah sendiri. Dalam memilih para hamba-Nya sebagai pemimpin gereja itu Allah melibatkan umat-Nya. Dalam pemilihan itu Allah mengijinkan umat-Nya untuk menggunakan BUDAYA PEMILIHAN
YANG LAZIM DALAM MASYARAKAT MEREKA.
Hal itu dilaksanakan dalam pimpinan dan tuntunan Allah dalam Roh-Nya untuk melayani maksud dan kehendak-Nya. DALAM ALKITAB DIKENAL BAIK PEMILIHAN SECARA UNDI (Kis. 1:15-26) MAUPUN SECARA LANGSUNG (Kis. 6:1-7).
Dengan demikian Alkitab tidak hanya mengenal satu jenis pemilihan. Yang paling penting adalah umat menyadari bahwa sebagai bagian dari Imamat Am Orang Percaya, mereka sedang terlibat dalam karya pemilihan oleh Allah. Keyakinan bahwa Allah yang melibatkan umat dalam karya pemilihan-Nya itu harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan bertanggungjawab dalam seluruh proses pemilihan. Dalam konteks ini perlu ditegaskan sekali lagi bahwa demokrasi dapat dilihat sebagai alat yang dipakai untuk menemukan kehendak Allah.
Catatan: PPE mengamanatkan adanya pemilihan baik UNDI ATAU SECARA LANGSUNG dan tidak ada model lain, sehingga AKLAMASI sesungguhnya tidak dikenal dalam dokumen ini. Kalau tidak setuju ya silakan diusulkan untuk diamandemen dalam persidangan yang berwewenang untuk menetapkan aturan dimaksud. Namun jika rumusannya masih tetap seperti ini ya MESTI DILAKSANAKAN DAN BUKAN DITAFSIRKAN SESUKA HATI DENGAN ARGUMENTASI YANG DIBUAT-BUAT DAN RADA-RADA ANEH, APALAGI DILANGGAR SECARA SENGAJA.
KETETAPAN SINODE GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR NOMOR: 03/TAP/SIN-GMIT/XXXIII/2015 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS KETETAPAN SINODE GMIT
NO. 1/TAP/SSI-GMIT/II/2010 TENTANG POKOK-POKOK EKLESIOLOGI GMIT pada pasal 2 mengamanatkan bahwa “Menugaskan majelis jemaat, majelis klasis dan majelis sinode untuk MENGEMBAN dan MELAKSANAKAN ketetapan ini (‘baca: PPE’) pada lingkup jemaat, klasis, sinode, dan pada semua bidang pelayanan GMIT.“ Apakah rumusan ini masih kurang jelas sehingga masih perlu ditafsirkan lagi? Dengan demikian jika dalam Persidangan-persidangan di GMIT (PJ, PK atau PS) lalu MJ/MK/MS ikut ‘menyetujui’ pelanggaran terhadap Tata GMIT (Tata Dasar dan seluruh aturan derivatifnya), maka sebenarnya yang dilanggar adalah amanat dari pasal 2 ini.
Amat disayangkan jika para pendeta dan/atau anggota sidi yang bergelar presbiter (atau sebut saja mereka itu oknum supaya tidak memunculkan protes yang berbala-bala) yang tidak memahami dan/atau tidak membaca secara utuh Tata GMIT c.q. PPE, padahal dokumen ini merupakan sumber acuan bagi penyusunan berbagai aturan di GMIT (baca: Tata GMIT) sebagaimana bunyi Alinea II Pendahuluan PPE: “Dokumen ini (‘baca: PPE’) juga sekaligus sebagai sumber acuan bagi pembaharuan dan penyusunan Tata GMIT dan berbagai ketentuan yang dipedomani dalam rangka menata dan mengembangkan tugas pelayanannya. Perlu disadari bahwa PPE ini merupakan prinsip-prinsip teologis yang harus dicerna dan diterjemahkan lebih lanjut secara operasional ke dalam peraturan-peraturan. Diharapkan bahwa Tata GMIT dan berbagai peraturan dan ketentuannya dapat berfungsi secara efektif untuk pengaturan diri dan pelayanan gereja agar gereja dapat menjadi berkat dalam tangan Allah.”
Catatan: Bagaimana mungkin aturan-aturan dimaksud bisa BERFUNGSI SECARA EFEKTIF jika sering dilanggar dan/atau enggan untuk diterapkan dengan menggunakan berbagai ‘jurus pamungkas’ mengatasnamakan jabatan pelayanan yang dimiliki?
Yang cukup menggelikan adalah namanya panitia pemilihan tapi yang dilakukan adalah bukan hanya pemilihan tapi juga secara aklamasi, sehingga semestinya nama yang disandang adalah “PANITIA PEMILIHAN DAN AKLAMASI” yang disingkat “Panmilaksi” dan bukan “Panmil” saja…onok-onok wae…..hhhhaaaa…. (dipo/190807)