Rabu, 24 Juni 2015



Respon buat hasil “Diskusi publik keragaman pangan, untuk kelompok masyarakat dan pengguna Pelangi Meja” yg diselenggarakan oleh lembaga PIKUL.
(1)     Syalom. Memang kalo Pa Oky Juzer, Pa Torry n Pa Zadrakh yg stel pasti mantaplah…..haaaa…. Beta tertarik dgn resume “Diskusi publik keragaman pangan, untuk kelompok masyarakat dan pengguna Pelangi Meja”, khususnya alinea 2: ….diskusi ini ingin untuk mensosialisasikan pentingnya isu keragaman pangan untuk kedaulatan pangan masih menjadi wacana…… dan alinea 4: keragaman pangan berkontribusi pada upaya peningkatan gizi balita. Mnrt beta, resume cukup menarik tp kurang ‘menggigit’ karna soal keragaman pangan (baca: penganekaragaman pangan) merupakan imperasi or perintah regulasi sangat jelas n tegas, khususnya UU No 18 Tahun 2012 ttg Pangan (yg telah mencabut UU N 7 Tahun 1996 ttg Pangan), PP No 68 Tahun 2002 ttg Ketahanan Pangan, Perpres No 83 Tahun 2006 Dewan Ketahanan Pangan, Perpres No 22 Tahun 2009 ttg Kebijakan penganekaragaman pangan berbasis SD lokal, PP No 17 Tahun 2015 ttg Ketahanan pangan dan gizi, Permentan No 15 2015 ttg Pedoman desa mandiri pangan tahun 2015, Permentan No 16 Tahun 2015 ttg Pedoman penguatan lembaga distribusi pangan 2015, Permentan No 17 Tahun 2015 ttg Pedoman pengembangan lumbung pangan masyarakat 2015, dan Permentan No 18 Tahun 2015 ttg Pedoman percepatan penganekaragaman pangan 2015.
(2)     Mnrt UU No 18 Tahun 2012 ttg Pangan, penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
(3)     Penjelasan PP No 17 Tahun 2015 menyatakan bahwa penganekaragaman pangan merupakan upaya meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan berbasis potensi sumber daya lokal untuk: a. memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman; b. mengembangkan usaha pangan; dan/atau c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penganekaragaman pangan dilakukan oleh pemerintah, pemda, perguruan tinggi, dan/atau pelaku usaha pangan lokal setempat. Penganekaragaman pangan dilakukan melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal, pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit, tanaman, ternak, dan ikan, pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk pekarangan, penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang pangan, dan pengembangan industri pangan berbasis pangan lokal.
(4)     Dalam mewujudkan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman, pemerintah mengupayakan terwujudnya perbaikan status gizi masyarakat. Dalam hal terjadi kekurangan atau penurunan status gizi masyarakat, pemerintah menetapkan kebijakan untuk perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu yang diedarkan. Penentuan jenis pangan yang akan diperkaya nutrisinya dilakukan berdasarkan kajian. Pemerintah dan pemda berkewajiban melakukan penanggulangan krisis pangan. Penanggulangan krisis pangan tersebut meliputi kegiatan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan pemerintah daerah, mobilisasi cadangan pangan masyarakat, menggerakkan partisipasi masyarakat, dan/atau menerapkan teknologi untuk mengatasi krisis pangan dan pencemaran lingkungan.
(5)     Keterjangkauan pangan antara lain ditentukan oleh kinerja distribusi pangan, perdagangan pangan, dan bantuan pangan. Distribusi pangan dilakukan melalui pengembangan sistem distribusi pangan yang menjangkau seluruh wilayah NKRI secara efektif dan efisien, pengelolaan sistem distribusi pangan yang dapat meningkatkan keterjangkauan pangan, mempertahankan keamanan, mutu, gizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, dan perwujudan kelancaran dan keamanan distribusi pangan. Untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, manajemen cadangan pangan, dan menciptakan iklim usaha pangan yang sehat diperlukan kelancaran distribusi dan perdagangan pangan pokok di seluruh wilayah NKRI dan acuan tentang mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan pangan pokok oleh pelaku usaha pangan. Dalam pengaturan ini, pelaku usaha pangan dilarang menimbun atau menyimpan pangan pokok melebihi jumlah maksimal dan waktu tertentu. Sementara itu, bantuan pangan diberikan kepada masyarakat miskin dan masyarakat rawan pangan dan gizi.
(6)     Untuk mendukung perencanaan, pemantuan dan evaluasi, stabilisasi pasokan dan harga pangan, dan pengembangan sistem peringatan dini terhadap masalah pangan, serta kerawanan pangan dan gizi perlu dibangun sistem informasi pangan dan gizi yang terintegrasi. Sistem informasi ini harus dapat disampaikan kepada pengguna secara cepat, tepat, dan akurat.
(7)     Dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi, masyarakat memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta bersama-sama dengan komponen pemangku kepentingan ketahanan pangan lainnya. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam hal melaksanakan produksi, distribusi pangan dan perdagangan pangan, menyelenggarakan cadangan pangan, dan melakukan pencegahan dan penanggulangan masalah pangan.
(8)     Perpres No 22 Tahun 2009 ttg Kebijakan penganekaragaman pangan berbasis SD lokal menjelaskan bahwa selama ini upaya penganekaragaman konsumsi pangan telah dilaksanakan oleh masing-masing sektor, namun masih ditemui permasalahan. Permasalahan utama yang dihadapi dalam penganekaragaman konsumsi pangan dewasa ini adalah: (1) belum tercapainya skor multi keragaman dari keseimbangan konsumsi gizi sesuai harapan (Skor PPH baru mencapai 81,9 pada tahun 2008) dari selama ini pencapaiannya berjalan sangat lamban dan fluktuatif; (2) cukup tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi pangan antara masyarakat desa dan kota; (3) adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal; (4) lambatnya perkembangan, penyebaran, dari penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra dan daya terima; (5) masih belum optimalnya pemberian insentif bagi dunia usaha dari masyarakat yang mengembangkan aneka produk olahan pangan loal; dan (6) kurangnya fasilitasi pemberdayaan ekonomi untuk meningkatkan aksesibilitas pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.
(9)     Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan di bawah koordinasi Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Kebijakan ini harus mampu memberikan daya ungkit yang kuat bagi penyediaan dan permintaan aneka ragam pangan secara nyata, yang secara simultan dapat mendorong terwujudnya penyediaan aneka ragam pangan yang berbasis pada potensi sumber daya lokal. Untuk itu ditetapkan Perpres sebagai acuan yang dapat mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalui kerja sama sinergis antara pemerintah dan pemda.
(10)   Keberhasilan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan ditentukan oleh ketersediaan aneka ragam pangan dan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi aneka ragam pangan. Efektivitas percepatan penganekaragaman konsumsi pangan akan tercapai apabila upaya internalisasi didukung dan berjalan seiring dengan pengembangan bisnis pangan. Oleh karena itu program penganekaragaman konsumsi pangan nasional dan daerah perlu diselaraskan, khususnya dalam pengembangan pertanian, perikanan dan industri pengolahan pangan guna memajukan perekonomian wilayah. Kondisi ini menuntut komitmen yang tinggi dari berbagai pihak serta memerlukan rencana bisnis dan industri aneka ragam pangan yang komprehensif. Untuk itu rencana bisnis dan industri aneka ragam pangan tersebut perlu dikembangkan untuk membangun sistem inovasi nasional dan daerah guna merangsang pemantapan pelaksanaan penganekaragaman konsumsi pangan di berbagai daerah. Dalam rencana tersebut, perlu dinyatakan tentang peranan industri swasta nasional dan daerah khususnya dalam program pengembangan industri aneka ragam pangan. Pengembangan bisnis dan industri pangan lokal dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu: a. Fasilitasi kepada UMKM untuk pengembangan bisnis pangan segar, industri bahan baku, industri pangan olahan dan pangan siap saji yang aman berbasis sumber daya lokal; b. Advokasi, sosialisasi dan penerapan standar mutu dan keamanan pangan bagi pelaku usaha pangan, terutama kepada usaha rumah tangga dan UMKM.
(11)   Melalui kedua strategi tersebut, keberhasilan penganekaragaman konsumsi pangan akan tercermin dari 4 indikator yaitu: (1) menu makanan sehari-hari makin beragam bergizi seimbang dan aman, (2) peran swasta dan Pemerintah dalam memanfaatkan keragaman sumber daya lokal makin meningkat, (3) aneka ragam makanan berbasis sumber daya lokal semakin banyak tersedia di masyarakat, memiliki citra yang baik, rasa enak, dan harga kompetitif, (4) teknologi kuliner dan bisnis bidang makanan berskala mikro, kecil dan menengah berdasarkan kearifan dan budaya lokal semakin berkembang.
(12)   Informasi yg ‘panjang lebar n mgkn menjemukan’ ini bukan utk menegasikan karja keras yg telah dilakukan tp utk menegaskan bahwa pemerintah dan pemda memiliki tanggung jawab besar utk mewujudkan ketahanan pangan, dan salah satunya melalui penganekaragaman pangan. Mestinya, penegasan ini juga merupakan bgn integral dr resolusi “Diskusi publik keragaman pangan, untuk kelompok masyarakat dan pengguna Pelangi Meja” tsb dlm rangka pencerahan sekaligus advokasi bagi publik, terutama bagi kelompok masyarakat sipil pemerhati ketahanan pangan. Di samping itu, masyarakat (pribadi dan lembaga) juga memiliki tanggung jawab besar utk berpartisipasi dalam masalah ini. Jd mnrt beta, samua upaya utk penganekaragaman pangan mesti in line dgn kebijakan pemerintah sesuai imperasi regulasi di atas.
Hormat dib’ri buat teman2 PIKUL (dan yg senafas n sejiwa). TUHAN memberkati selalu.

Dinoyo,  24 Juni 2015
By Dipo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar