Respon buat hasil “Diskusi publik keragaman pangan, untuk
kelompok masyarakat dan pengguna Pelangi Meja” yg diselenggarakan oleh lembaga
PIKUL.
(1)
Syalom. Memang kalo Pa Oky Juzer, Pa
Torry n Pa Zadrakh yg stel pasti mantaplah…..haaaa…. Beta tertarik dgn resume “Diskusi
publik keragaman pangan, untuk kelompok masyarakat dan pengguna Pelangi Meja”,
khususnya alinea 2: ….diskusi ini ingin untuk mensosialisasikan pentingnya isu
keragaman pangan untuk kedaulatan pangan masih menjadi wacana…… dan alinea 4: keragaman
pangan berkontribusi pada upaya peningkatan gizi balita. Mnrt beta, resume
cukup menarik tp kurang ‘menggigit’ karna soal keragaman pangan (baca:
penganekaragaman pangan) merupakan imperasi or perintah regulasi sangat jelas n
tegas, khususnya UU No 18 Tahun 2012 ttg Pangan (yg telah mencabut UU N 7 Tahun
1996 ttg Pangan), PP No 68 Tahun 2002 ttg Ketahanan Pangan, Perpres No 83 Tahun
2006 Dewan Ketahanan Pangan, Perpres No 22 Tahun 2009 ttg Kebijakan
penganekaragaman pangan berbasis SD lokal, PP No 17 Tahun 2015 ttg Ketahanan
pangan dan gizi, Permentan No 15 2015 ttg Pedoman desa mandiri pangan tahun
2015, Permentan No 16 Tahun 2015 ttg Pedoman penguatan lembaga distribusi
pangan 2015, Permentan No 17 Tahun 2015 ttg Pedoman pengembangan lumbung pangan
masyarakat 2015, dan Permentan No 18 Tahun 2015 ttg Pedoman percepatan
penganekaragaman pangan 2015.
(2)
Mnrt UU No 18 Tahun 2012 ttg Pangan, penganekaragaman pangan adalah upaya
peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang,
dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
(3) Penjelasan PP No 17 Tahun 2015
menyatakan bahwa penganekaragaman pangan merupakan
upaya meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan berbasis potensi sumber
daya lokal untuk: a. memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi
seimbang, dan aman; b. mengembangkan usaha pangan; dan/atau c. meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Penganekaragaman pangan dilakukan oleh pemerintah,
pemda, perguruan tinggi, dan/atau pelaku usaha pangan lokal setempat.
Penganekaragaman pangan dilakukan melalui penetapan kaidah penganekaragaman
pangan, pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan sistem insentif
bagi usaha pengolahan pangan lokal, pengenalan jenis pangan baru termasuk
pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi usaha tani dan
perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit, tanaman, ternak,
dan ikan, pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk pekarangan, penguatan usaha
mikro, kecil, dan menengah di bidang pangan, dan pengembangan industri pangan
berbasis pangan lokal.
(4) Dalam mewujudkan
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman, pemerintah
mengupayakan terwujudnya perbaikan status gizi masyarakat. Dalam hal terjadi
kekurangan atau penurunan status gizi masyarakat, pemerintah menetapkan
kebijakan untuk perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu yang diedarkan.
Penentuan jenis pangan yang akan diperkaya nutrisinya dilakukan berdasarkan
kajian. Pemerintah dan pemda berkewajiban melakukan penanggulangan krisis
pangan. Penanggulangan krisis pangan tersebut meliputi kegiatan pengadaan,
pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan
pemerintah daerah, mobilisasi cadangan pangan masyarakat, menggerakkan
partisipasi masyarakat, dan/atau menerapkan teknologi untuk mengatasi krisis
pangan dan pencemaran lingkungan.
(5) Keterjangkauan pangan
antara lain ditentukan oleh kinerja distribusi pangan, perdagangan pangan, dan
bantuan pangan. Distribusi pangan dilakukan melalui pengembangan sistem
distribusi pangan yang menjangkau seluruh wilayah NKRI secara efektif dan
efisien, pengelolaan sistem distribusi pangan yang dapat meningkatkan
keterjangkauan pangan, mempertahankan keamanan, mutu, gizi, dan tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, dan perwujudan
kelancaran dan keamanan distribusi pangan. Untuk stabilisasi pasokan dan harga
pangan pokok, manajemen cadangan pangan, dan menciptakan iklim usaha pangan
yang sehat diperlukan kelancaran distribusi dan perdagangan pangan pokok di
seluruh wilayah NKRI dan acuan tentang mekanisme, tata cara, dan jumlah
maksimal penyimpanan pangan pokok oleh pelaku usaha pangan. Dalam pengaturan
ini, pelaku usaha pangan dilarang menimbun atau menyimpan pangan pokok melebihi
jumlah maksimal dan waktu tertentu. Sementara itu, bantuan pangan diberikan
kepada masyarakat miskin dan masyarakat rawan pangan dan gizi.
(6) Untuk mendukung
perencanaan, pemantuan dan evaluasi, stabilisasi pasokan dan harga pangan, dan
pengembangan sistem peringatan dini terhadap masalah pangan, serta kerawanan
pangan dan gizi perlu dibangun sistem informasi pangan dan gizi yang
terintegrasi. Sistem informasi ini harus dapat disampaikan kepada pengguna
secara cepat, tepat, dan akurat.
(7) Dalam mewujudkan ketahanan
pangan dan gizi, masyarakat memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk berperan
serta bersama-sama dengan komponen pemangku kepentingan ketahanan pangan
lainnya. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam hal melaksanakan
produksi, distribusi pangan dan perdagangan pangan, menyelenggarakan cadangan
pangan, dan melakukan pencegahan dan penanggulangan masalah pangan.
(8) Perpres No 22 Tahun 2009 ttg Kebijakan
penganekaragaman pangan berbasis SD lokal menjelaskan bahwa selama ini upaya
penganekaragaman konsumsi pangan telah dilaksanakan oleh masing-masing sektor, namun
masih ditemui permasalahan. Permasalahan utama yang dihadapi dalam
penganekaragaman konsumsi pangan dewasa ini adalah: (1) belum tercapainya skor
multi keragaman dari keseimbangan konsumsi gizi sesuai harapan (Skor PPH baru
mencapai 81,9 pada tahun 2008) dari selama ini pencapaiannya berjalan sangat
lamban dan fluktuatif; (2) cukup tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi
pangan antara masyarakat desa dan kota; (3) adanya kecenderungan penurunan
proporsi konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal; (4) lambatnya
perkembangan, penyebaran, dari penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal
untuk meningkatkan kepraktisan dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi,
nilai sosial, citra dan daya terima; (5) masih belum optimalnya pemberian
insentif bagi dunia usaha dari masyarakat yang mengembangkan aneka produk
olahan pangan loal; dan (6) kurangnya fasilitasi pemberdayaan ekonomi untuk
meningkatkan aksesibilitas pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.
(9) Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan kebijakan percepatan penganekaragaman
konsumsi pangan di bawah koordinasi Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Kebijakan ini
harus mampu memberikan daya ungkit yang kuat bagi penyediaan dan permintaan
aneka ragam pangan secara nyata, yang secara simultan dapat mendorong
terwujudnya penyediaan aneka ragam pangan yang berbasis pada potensi sumber
daya lokal. Untuk itu ditetapkan Perpres sebagai acuan yang dapat mendorong percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalui kerja sama sinergis
antara pemerintah dan pemda.
(10) Keberhasilan
percepatan penganekaragaman konsumsi pangan ditentukan oleh ketersediaan aneka
ragam pangan dan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi aneka ragam pangan.
Efektivitas percepatan penganekaragaman konsumsi pangan akan tercapai apabila
upaya internalisasi didukung dan berjalan seiring dengan pengembangan bisnis pangan.
Oleh karena itu program penganekaragaman konsumsi pangan nasional dan daerah perlu
diselaraskan, khususnya dalam pengembangan pertanian, perikanan dan industri pengolahan
pangan guna memajukan perekonomian wilayah. Kondisi ini menuntut komitmen yang
tinggi dari berbagai pihak serta memerlukan rencana bisnis dan industri aneka ragam
pangan yang komprehensif. Untuk itu rencana bisnis dan industri aneka ragam
pangan tersebut perlu dikembangkan untuk membangun sistem inovasi nasional dan
daerah guna merangsang pemantapan pelaksanaan penganekaragaman konsumsi pangan
di berbagai daerah. Dalam rencana tersebut, perlu dinyatakan tentang peranan
industri swasta nasional dan daerah khususnya dalam program pengembangan
industri aneka ragam pangan. Pengembangan bisnis dan industri pangan lokal
dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu: a. Fasilitasi kepada UMKM untuk
pengembangan bisnis pangan segar, industri bahan baku, industri pangan olahan
dan pangan siap saji yang aman berbasis sumber daya lokal; b. Advokasi,
sosialisasi dan penerapan standar mutu dan keamanan pangan bagi pelaku usaha
pangan, terutama kepada usaha rumah tangga dan UMKM.
(11) Melalui
kedua strategi tersebut, keberhasilan penganekaragaman konsumsi pangan akan tercermin
dari 4 indikator yaitu: (1) menu makanan sehari-hari makin beragam bergizi seimbang
dan aman, (2) peran swasta dan Pemerintah dalam memanfaatkan keragaman sumber
daya lokal makin meningkat, (3) aneka ragam makanan berbasis sumber daya lokal semakin
banyak tersedia di masyarakat, memiliki citra yang baik, rasa enak, dan harga kompetitif,
(4) teknologi kuliner dan bisnis bidang makanan berskala mikro, kecil dan menengah
berdasarkan kearifan dan budaya lokal semakin berkembang.
(12) Informasi
yg ‘panjang lebar n mgkn menjemukan’ ini bukan utk menegasikan karja keras yg
telah dilakukan tp utk menegaskan bahwa pemerintah dan pemda memiliki tanggung
jawab besar utk mewujudkan ketahanan pangan, dan salah satunya melalui
penganekaragaman pangan. Mestinya, penegasan ini juga merupakan bgn integral dr
resolusi “Diskusi publik
keragaman pangan, untuk kelompok masyarakat dan pengguna Pelangi Meja” tsb dlm
rangka pencerahan sekaligus advokasi bagi publik, terutama bagi kelompok
masyarakat sipil pemerhati ketahanan pangan. Di samping itu, masyarakat (pribadi dan lembaga) juga
memiliki tanggung jawab besar utk berpartisipasi dalam masalah ini. Jd mnrt
beta, samua upaya utk penganekaragaman pangan mesti in line dgn kebijakan pemerintah sesuai imperasi regulasi di atas.
Hormat dib’ri buat
teman2 PIKUL (dan yg senafas n sejiwa). TUHAN memberkati selalu.
Dinoyo, 24 Juni 2015
By Dipo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar